Tugas periode 3 part 3 (Pertentangan nasional dan integrasi Perbedaan kepentingan masyarakat Pertentangan social ketegangan dalam masyarakat Golongan-golongan yang berbeda & integrasi social Pengertian integrasi sosial )

Kamis, 22 Desember 2011
Pertentangan-pertentangan Sosial/Ketegangan Dalam Masyarakat 


Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
· Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konflik
· Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
· Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu,sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.

· Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
· Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
· pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.

Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :

· Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
· Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
· Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
· Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
· Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
· Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Integrasi masyarakat adalah sebuah proses penyesuaian atau penyelarasan berbagai unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat tersebut sehingga tercipta kerukunan dan pola kehidupan masyarakat yang selaras dalam kemajemukan. Pertentangan social sendiri merupakan konflik yang terjadi dalam masyarakat, pertentangan social ini terjadi juga merupakan sebuah akibat dari gagalnya integrasi masyarakat yang menyebabkan masyarakat kurang bahkan tidak bisa hidup selaras dalam sebuah kemajemukan. Hal ini merupakan sesuatu yang penting sebab apabila hal ini diabaikan maka kesatuan dan persatuan Indonesia akan pecah. Karena Indonesia sendiri terdiri dari masyarakat majemuk. Maka pendidikan akan pentingnya saling menghargai dan menghormati perbedaan harus ditanamkan dalam – dalam sejak dini.

Banyak kejadian – kejadian pertentangan social di Indonesia yang berbuntut pada pertikaian kelompok yang berkepanjangan contohnya adalah tragedy sampit. Tragedy ini begitu terkenal bahkan sampai mendunia. Menurut sebuah sumber tragedy bermula dikarenakan warga pendatang yang merupakan suku Madura tidak bisa berbaur dengan suku asli yaitu dayak. Dari situ timbul kejadian pemerkosaan, pertikaian antar kelompok ini sehingga berkobarlah perang / tragedy sampit yang menjatuhkan banyak korban jiwa. Sebenarnya apabila dalam diri setiap warga telah tertanam jiwa saling menghargai dan menghormati apalagi sebagai warga pendatang dia harus mampu berbaur dan menjunjung tinggi, menghormati adat atau kebiasaan warga asli. Dan sebagai warga asli harus ikut melindungi dan mengayomi serta menghormati juga warga pendatang. Apabila sudah terjadi rasa saling menghargai dan menjaga maka tragedy-tragedi pertentangan social tidak akan terjadi.

Permasalahan utama dalam tinjauan konflik adalah adanya jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya dan kenyataan itu disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali ideology dengan berbagai kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideology.

Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu:

1. Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman yang menyebabkan sulit atau tidak dapatnya satu kelompok social menyesuaikan diri dengan norma ideology.

2. Fase disintergrasi pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti timbulnya emosi masa, protes, aksi mogok, pemberontakan, dll. Walter W. Martin dkk mengemukakan tahapan disintergrasi sebagi berikut:
· Ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan social yang hendak dicapai.
· Norma social yang tidak membantu masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
· Norma yang telah dihayati dalam kelompok bertentangan satu sama lain.
· Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.

PRASANGKA, DISKRIMINASI, DAN ETHNOSENTRISME

Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada relevasinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhkembangan dan bahkan integrasi masyarakat.

Suatu hal yang saling berkaitan, apabila individu memiliki prasangka dan biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras yang di prasangkanya. Tetapi dapat pula yang bersikap diskriminatif tanpa disadari prasangka. Perbedaan pokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukan pada aspek sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negative terhadap orang, objek atau situasi. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang bersifat realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya di ketahui oleh individu masing-masing.

Prasangka sebagian bersifat apriori atau tidak berdasarkan pengalaman sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat. Biasanya orang yang bersangkutan mencoba mendiskriminasikan pihak-pihak lain yang belum tentu salah, dan akhirnya di barengi dengan justifikasi diri, yaitu pembenaran diri terhadap tingkah laku sendiri.
Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi

Tidak sedikit orang mudah berprasangka, namun banyak juga orang yang sukar untuk berprasangka. Tampaknya kepribadian dan intelegensia, serta factor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.

C. Sebab-sebab timbulnya Prasangka dan Diskriminasi

1. latar belakang sejarah
2. dilatar belakangi oleh perkembangan sosio cultural dan situasional
3. bersumber dari factor kepribadian
4. perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.

D. Usaha mengurangi / menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
perbaikan kondisi social ekonomi
peluasan kesempatan belajar.
sikap terbuka dan sikap lapang.

E. Ethnosentrisme

Ethnosentrisme adalah anggapan suatu bangsa atau ras yang cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai suatu prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan beranggapan bahwa bangsa atau ras lain kurang baik di mata mereka.

Terdapat 3 elemen- elemen dasar yang merupakan cirri khas dari konflik :
· Terdapat dua atau lebih unit – unit atau bagian
· Unit – unit tersebut mempunyai perbedaan- perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, sikap, maupun gagasan – gagasan.
· Terdapat interaksi diantara bagian – bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.

Konflik adalah suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi – emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konfli dapat terjadi di lingkungan :

· Pada taraf diri seseorang
· Pada taraf kelompok
· Pada taraf masyarakat

Adapun cara pemecahan konflik tersebut adalah :

· Elimination, yaitu pengunduran diri dari salah satu pihak
· Subjugation atau domination, yaitu memaksa pihak lain untuk mengalah dan menaatinya.
· Majority rule, artinya dengan suara terbanyak
· Minority contsent, artinya kelompok mayoritas menang, tetapi kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk bersama.
· Compromise, semua sub kelompok mengambil jalan tengah.
· Integrasi, artinya pendapat – pendapat yang bertentangan didiskusikan sampai mencapai keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

tugas peiode 3 part 2 (Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan Masyarakat perkotaan aspek positif & negative Hubungan desa dan kota aspek positif & negative)

MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN


PENGERTIAN MASYARAKAT

Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.


B. MASYARAKAT PERKOTAAN

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :


· Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
· Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
· Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
· Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
· Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
· Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor waktu bagi warga kota.
· Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Sifat-Sifat dalam Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan/ tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non-agraris. Masyarakt perkotaan memiliki sifat-sifat yang tampak menonjol yaitu:

a. Sikap kehidupan
Sikap kehidupan masyarakt kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakt lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

b. Tingkah laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakt kota beragam dengan corak sendiri-sendiri

c. Perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggungjawab sosial.
Berdasarkan paparan diatas maka masyarakat kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Terdapat spesialisasi dari variasi pekerjaan.
• Penduduknya padat dan bersifat heterogen.
• Norma-norma yang berlaku tidak terlalu mengikat.
• Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat karena sifat gotong royong mulai menurun.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula.


B. Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)

a. Pengertian desa/pedesaan

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :

a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c) Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.

b. Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)

Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan

Perbedaannya jika di lihat dari segi kuantitatif sulit di bedakan karena adanya hubungan antar konsentrasi penduduk dgn gejala sosial

Lebih baik menentukan perbedaan dilihat dari segi kualitas / kriteria kualitatif dmn struktur, fungsi, adat istiadat serta sosial kehidupannya dipengaruhi oleh proses penyesuaian ekologi masyarakat.
Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam
Pekerjaan atau mata pencaharian
Ukuran komunitas
Kepadatan penduduk
Homogenitas dan heterogenitas
Diferensiasi sosial
Pelapisan sosial
Mobilitas sosial
Interaksi sosial
Pengawasan sosial
Pola kepemimpinan
Standar kehidupan
Kesetiakawanan sosial
Nilai dan sistem nilai

Aspek Positif dan Negatif
a. Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b. Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a. Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Rabu, 21 Desember 2011
Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat
1. Pelapisan sosial
Masyarakat yang di bentuk dari individu-individu yang terdiri dari macam-macam latar belakang yang membentuk masyarakat dan terdiri dari kelompok-kelompok sosial inilah yang disebut pelapisan sosial.

Individu dan masyarakat adalah suatu ikatan komplementer, hal tersebut dapat kita ketahui dari kenyataan, bahwa :
a. manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya,
b. individu mempengaruhi masyrakat dan bahkan bisa menyebabkan (berdasarkan pengaruhnya) perubahan besar masyarakatnya.

Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti berikut ini :
a. masyarakat terdiri dari kelas atas (upper class) dan kelas bawah (lower class)
b. masyarakat terdiri dari tiga kelas ialah kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lowder class).
c. Sementara itu ada pula yang sering kita dengar : kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), kelas menengah kebawah (lower middle class), dan kelas bawah (lowder class).

2. Kesamaan derajat

Yaitu seseorang yang sudah menjadi anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban baik itu terhadap masyarakat sekitar maupun dengan pemerintah dan negaranya. Semua hak dan kewajiban masyarakat untuk negara untuk di masukkan dalam undang-undang konstitusi sebagai hak dan kewajiban asasi manusia. Agar hak dan kewajiban berjalan dengan lancar, maka perlu adanya jaminan. Hanya pemerintah yang berwibawa lah yang dapat atau mampu memberikan jaminan.

Ø Kesamaan derajat Elite dan masa

a. kesamaan derajat Elite

kesamaan derajat elite termaksud masyarakat kelas atas (upper class) yang dimana dalam kehidupannya selalu diselimuti dengan harta kekayaan yang diperolehnya. Serta kehidupannya serba berkecukupan. Kesamaan derajat Elite Menempati posisi di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintah aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan –pekerjaan dinas.
b. Kesamaan derajat Masa

Kesamaan derajat masa justru sebaliknya bertentangan dari kesamaan derajat elite, dimana mereka memandang masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah itu sama. Artinya tidak memilih atau memihak pada kelas atas maupun kelas bawah. Hanya saja mereka memandang orang dari nilai vital juga kerohanian mereka masing-masing.